Interpretasi Data Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium merupakan informasi yang berharga untuk membedakan diagnosis, mengkonfirmasi diagnosis, menilai status klinik pasien, mengevaluasi efektivitas terapi dan munculnya reaksi obat yang tidak diinginkan. Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium oleh apoteker bertujuan untuk:

• Menilai kesesuaian terapi (contoh: indikasi obat, ketepatan pemilihan obat, kontraindikasi obat, penyesuaian dosis obat, risiko interaksi obat),


• Menilai efektivitas terapi (contoh: efektivitas pemberian kalium diketahui melalui kadar kalium dalam darah, efektivitas warfarin diketahui melalui pemeriksaan INR,

• Efektifitas allopurinol diketahui dari menurunnya kadar asam urat,

• Mendeteksi dan mencegah reaksi obat yang tidak dikehendaki (contoh: penurunan dosis siprofloksasin hingga 50% pada kondisi klirens kreatinin <30mL/menit),

• Menilai kepatuhan penggunaan obat (contoh: kepatuhan pasien dalam menggunakan obat antidiabetik oral diketahui dari nilai HbA1c, kepatuhan penggunaan statin diketahui dari kadar kolesterol darah), dan

• Mencegah interpretasi yang salah terhadap hasil pemeriksaan.

Dalam melakukan uji laboratorium diperlukan bahan (spesimen) yang didapatkan melalui tindakan invasif (menggunakan alat yang dimasukkan ke dalam tubuh) atau non invasif. Contoh spesimen antara lain: darah lengkap (darah vena, darah arteri), plasma, serum, urin, feses, sputum, keringat, saliva, sekresi saluran cerna, cairan vagina, cairan serebrospinal dan jaringan.

Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dinyatakan sebagai angka kuantitatif, kualitatif atau semikuantitatif. Hasil kuantitatif berupa angka pasti atau rentang nilai, sebagai contoh nilai hemoglobin pada wanita adalah 12 – 16 g/dL. Hasil kualitatif dinyatakan sebagai nilai positif atau negatif tanpa menyebutkan derajat positif atau negatifnya. Hasil semikuantitatif adalah hasil kualitatif yang menyebutkan derajat positif atau negatif tanpa menyebutkan angka pasti (contoh: 1+, 2+, 3+).

Nilai kritis suatu hasil pemeriksaan laboratorium yang mengindikasikan kelainan/gangguan yang mengancam jiwa, memerlukan perhatian atau tindakan. Nilai abnormal suatu hasil pemeriksaan tidak selalu bermakna secara klinik. Sebaliknya, nilai dalam rentang normal dapat dianggap tidak normal pada kondisi klinik tertentu. Sebagai contoh hasil pemeriksaan serum kreatinin pada pasien usia lanjut (lansia) tidak menunjukkan fungsi ginjal yang sebenarnya. Oleh karena itu perlu diperhatikan nilai rujukan sesuai kondisi khusus pasien

Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dinyatakan dalam berbagai satuan. Pada tahun 1960 diupayakan adanya standar pengukuran kuantitatif yang berlaku di seluruh dunia tetapi sampai sekarang banyak klinisi tetap menggunakan satuan konvensional, contoh: rentang nilai normal kolesterol adalah <200mg/dL (satuan konvensional) atau <5,17 mmol/L (Satuan Internasional).

Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dipengaruhi oleh banyak faktor terdiri atas faktor terkait pasien atau laboratorium. Faktor yang terkait pasien antara lain: umur, jenis kelamin, ras, genetik, tinggi badan, berat badan, kondisi klinik, status nutrisi dan penggunaan obat. Sedangkan yang terkait laboratorium antara lain: cara pengambilan spesimen, penanganan spesimen, waktu pengambilan, metode analisis, kualitas spesimen, jenis alat dan teknik pengukuran.

Kesalahan terkait hasil laboratorium patut dicurigai jika ditemukan tingkat kesalahan pembacaan yang sangat besar dari hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan gejala dan tanda klinik pasien. Nilai klinik pemeriksaan laboratorium tergantung pada sensitifitas, spesifisitas dan akurasi. Sensitifitas menggambarkan kepekaan tes, spesifisitas menggambarkan kemampuan membedakan penyakit/gangguan fungsi organ, sedangkan akurasi adalah ukuran ketepatan pemeriksaan.

Pemeriksaan laboratorium dapat dikelompokkan sebagai pemeriksaan penapisan (screening) dan pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan penapisan dimaksudkan untuk mendeteksi adanya suatu penyakit sedini mungkin agar intervensi dapat dilakukan lebih efektif. Umumnya pemeriksaan penapisan relatif sederhana dan mempunyai kepekaan tinggi. Pemeriksaan diagnostik dilakukan pada pasien yang memiliki gejala, tanda klinik, riwayat penyakit atau nilai pemeriksaan penapisan yang abnormal. Pemeriksaan diagnostik ini cenderung lebih rumit dan spesifik untuk pasien secara individual.

Beberapa pemeriksaan dapat dikelompokkan menjadi satu paket yang disebut profil atau panel, contohnya: pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan fungsi ginjal, dan pemeriksaan fungsi hati. Tata nama, singkatan dan rentang nilai normal hasil pemeriksaan yang biasa digunakan dapat berbeda antara satu laboratorium dengan laboratorium lainnya, sehingga perlu diperhatikan dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan.

Sumber : Pedoman Interperetasi Data Klinik, Kemenkes RI 2011

Related Posts

No comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.